Iqbal Suhaeb Paparkan Indi 4.0 Di Forum Nasional Direktur
Makassarkota, MAKASSAR,- Forum Nasional Direktur 2019 yang digelar PT Quality Indonesia secara resmi dibuka penjabat Wali Kota Makassar Iqbal Suhaeb di hotel Mercure Hotel, Selasa (26/11/2019). Forum Nasional Direktur diselenggarakan dalam rangka mempersiapkan organisasi di Indonesia agar siap menghadapi Revolusi Industri 4.0. Karena itu untuk mematangkan roadmap program strategis nasional ini, diluncurkan INDI 4.0: Indonesia Industry 4.0 Readiness Index yaitu sebuah program terobosan untuk mengukur kesiapan organisasi dalam menghadapi perubahan di era RI 4.0. Menurut Iqbal di era industri sekarang ini program INDI 4.0 masih belum berjalan sepenuhnya di Indonesia. “Hal ini memang perlu dimaklumi mengingat Indonesia adalah negara besar, dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan United State,” ucapnya. Menurutnya persaingan INDI 4.0 antar negara akan terus berkembang secara parsial dengan dimotori oleh anak-anak muda. “Makassar saat ini mendekati revolusi industri 4.0 yang sebagian besar dimotori oleh anak-anak muda yang tidak terpaku pada sistem sehingga saat bersaing di industri startup jauh lebih bagus,” ujarnya. Peserta dalam forum ini diikuti sebanyak 13 orang dari berbagai perusahaan di Makassar, dalam forum ini mereka akan dibekali pengetahuan bagaimana memajukan organisasi sehingga menjadi lebih efisien, produktif dan berdaya saing tinggi di era 4.0. Sumber: Hidayat
Enam Bulan Iqbal S. Suhaeb, Pj Walikota Makassar Memimpin Makassar
Makassarkota, MAKASSAR- Ketika membaca tulisan ini, yang dibuat oleh seorang pamong, pastilah hal hal yang baik saja. Tetapi, tentu pembaca tahu, bahwa saya adalah pegawai yang rada aneh, tidak jarang mengkritisi dan memberi masukan kepada institusi pemerintahan. Sepanjang itu diutarakan dengan bahasa yang santun, beradab serta menjunjung tinggi etika pemerintahan, lebih penting lagi adalah memberikan solusi alternatif. Mengapa hal ini perlu saya tulis, ada tiga pertimbangan yang mendasari. Pertama, bahwa sepanjang sejarah pemerintahan Kota Makassar, baru kali ini ada pelaksana tugas yang begitu lama harus menjalankan amanah itu. Betapa tidak, periode kekosongan pemerintahan itu kurang lebih 20 bulan. Ini terjadi, dengan adanya “aksiden sejarah” yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, di mana pemilihan walikota justru di menangkan kotak kosong. Kedua, akibat tiadanya pemimpin definitif dari sebuah proses pemilihan kepala daerah, otomatis harus diisi oleh seorang Pejabat. Bukan Pelaksana Tugas, bukan pula caretaker. Undang Undang pemerintah Daerah mengatur bahwa untuk pelaksana tugas dengan rentang waktu tiga bulan dan dapat diperpanjang satu kali untuk waktu yang sama. Artinya maksimal enam bulan, demikian halnya dengan caretaker untuk waktu paling lama satu bulan hingga tiga bulan. Sementara untuk Pejabat Walikota diangkat dengan surat keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden untuk jangka waktu satu tahun dan dapat diperpanjang hingga berakhir seluruh proses pemilihan kepala daerah. Ketiga, dengan waktu yang cukup lama tersebut, sehingga seorang Pejabat Walikota harus membuat visi dan misi, oleh karena ketiadaan rencana pembangunan jangka menengah daerah seiring dengan berakhirnya masa jabatan walikota sebelumnya. Visi itu merupakan penjabaran dari rencana pembangunan jangka menengah daerah provinsi. Kalau pelaksana tugas dan caretaker tidak memerlukan hal itu. Atas gambaran tersebut di atas, seluruh kewenangan walikota definitif juga melekat pada Pejabat Walikota. Lagi lagi, perbedaannya dengan yang disebut tadi tidak mempunyai otoritas itu. Sangat terbatas. Gaya Kepemimpinan Pak Pj Dikalangan pegawai pemkot, sapaan pejabat Walikota di ringkas menjadi Pak Pj, ini dilakukan agar memudahkan dengan mengakrabi panggilan yang tidak lazim, tetapi saya sendiri selalu memanggil Pak Wali. Sebagaimana ayahandanya, Pak Samad Suhaeb, orangnya kalem, tenang dan sangat berhati hati. Itu saya tahu, sewaktu beliau bupati luwu. Walaupun saya masih SD , saat beliau jadi bupati, saya sangat suka menonton berita TVRI Ujung Pandang ( masih bernama Ujung Pandang , nanti setelah keluarnya PP 86/1999, baru kembali bernama Makassar) sering melihatnya dan membaca di koran Pedoman Rakyat. Ternyata, setelah saya mengenal lebih dekat Pak Iqbal, sosok ayahanda itu, “menetes” pula ke dirinya. Tentulah, ya. Itu kan namanya faktor genetik. Sebelumnya saya pribadi tidak mengenal beliau, meski sering mendengar namanya. Sewaktu saya di humas pemkot Makassar, Pak Iqbal juga di Humas Provinsi bahkan pernah menjadi Kepala Biro-nya. Sebelum saya lanjut, kakak saya mengawinkan anaknya, hadir Pak Wali pada pestanya itu. Rupanya kakak ipar saya yang juga bernama Iqbal, hanya beda bin. Satunya Iqbal Aries. Ngobrol dengan kakak, Pak Wali bertanya tentang Ridha, yang kala itu malas masuk kantor. Pesan kepada kakak saya, agar Ridha menghadap ke Pak Wali. Awalnya, saya khawatir, sekaligus takut. Maklumlah punya kesalahan disiplin. Lalu saya memberanikan diri dengan ditemani adek Razak. Setelah saya ketemu, seluruh ketakutan dan ke-khawatiran itu sirna. Beliau sangat sejuk dalam membahaskan fikirannya, memberi solusi segera dan berusaha menyemangati. Itu juga kemudian, beliau lakukan dalam merespon berbagai permasalahan kota. Tanggap, turun langsung dan membantu penyelesaiannya. Kembali pada pertemuan pertama kali saya bersama beliau. Rupanya Pak Iqbal tahu aktivitas saya sewaktu saya di humas. Dan, sebabnya itu, Pak Iqbal menjadikan saya staf khusus bidang komunikasi dan Kelitbangan. Yang disebut terakhir, karena ini tugas tambahan, maka tugas pokok tetap melekat. Pak Iqbal orangnya selalu menyaring hingga jernih setiap persoalan, setiap hal yang tersampaikan selalu dipikirkan dengan matang. Ini bisa saya nilai dari keputusan keputusan yang diambilnya. Contohnya, kala ada rekomendasi ( perintah) dari Kemendagri dan KASN tentang reposisi pemangku jabatan yang tidak sesuai dengan prosedur dan mekanisme pengangkatan dalam jabatan. Pak Iqbal harus memutuskan melaksanakan rekomendasi itu. Bila tidak, pejabat Walikota dianggap tidak melaksanakan perintah. Padahal rekomendasi KASN itu mengikat dan final. Dengan merenungkan dan mempelajari secara seksama, barulah beliau jalankan perintah itu. Sosok Pak Iqbal sangat manusiawi, memanusiakan manusia. Beliau tidak grusa-grusu, apalagi meledak-ledak dalam berbicara. Iti bukan karakter Pak Iqbal. Oleh karena kehati hatiannya, pandangan orang mengatakan Pak Iqbal lamban. Kesan seperti itu wajar saja dan sah, akan tetapi opini itu ada, mungkin karena ketidaktahuan terhadap sifat yang dimiliki Pak Iqbal. Setelah berjalan enam bulan kepemimpinan, menahkodai Makassar, bukanlah hal gampang memberi penilaian. Tetapi, suatu keniscayaan untuk menilainya. Dari waktu yang singkat ini dalam catatan saya ada tiga aspek krusial yang Pak Iqbal tempuh, pertama, penataan kepegawaian. Setelah reposisi dan pemberhentian sekcam, yang menjadi ruang diskusi yang nyaris “liar”, Pak Iqbal justru tidak serta-merta melakukan pengisian jabatan yang kosong. Pak Iqbal taat asas dan taat aturan serta taat manfaat. Sepanjang yang ada masih bisa bekerja dengan baik, maka proses mutasi, rotasi dan promosi dilalui melalui mekanisme yang berlaku. Pak Iqbal sadar betul bahwa ada etika pemerintahan. Dia selalu berpegang bahwa pemerintahan itu merupakan institusi yang diikat oleh sistem. Bukan pemimpin yang menyatakan dirinya; bahwa “dirinya adalah peraturan itu sendiri”. Bagi Pak Iqbal, pemerintahan dan kepemimpinan itu satu kesatuan yang harus dijalankan dengan mempedomani peraturan perundang undangan, pertimbangan rasional serta pendekatan secara hierarki, kedua, ini merupakan sejarah baru bagi pemkot Makassar dengan penerapan anggaran pendapatan dan belanja daerah berbasis kinerja secara komprehensif — mulai dari program dan kegiatan yang dirampingkan. Dari lima ribuan kegiatan yang harus “diperas” tidak boleh lebih dari dua ribu. Pendapatan Asli Daerah yang digenjot habis dengan koordinasi, supervisi dan pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi membuahkan hasil positif. Rancangan Anggaran Pokok 2020 lebih rasional. Meski tidak meningkat, bagi Pak Iqbal membuat target tidak boleh “asal” . Terpikirkan dan dapat dicapai. Juga, Pak Iqbal mendorong optimalisasi dari sejumlah inovasi yang ada di jajaran satuan kerja perangkat daerah. Hasilnya sejumlah penghargaan diraih, ketiga, harmonisasi pelayanan oleh ujung tombak pemerintahan, yakni kelurahan, kecamatan dan puskesmas, rt dan rw. Terobosan baru yang Pak Iqbal lakukan dengan berkantor di Kecamatan. Maksudnya ingat melihat langsung kinerja aparatur kecamatan dan kelurahan, mendengarkan langsung respon masyarakat atas pelayanan yang diberikan, memberi alternatif solusi atas apa yang dialami warga,
Murni Djamaluddin Iqbal Tinjau Kesiapan Lomba P2K3 Kelurahan Borong
Makassarkota, MAKASSAR,- Ketua TP PKK Kota Makassar, Murni Djamaluddin Iqbal, melakukan kunjungan di kelurahan Borong. Didampingi oleh Kepala Bidang Kualitas Hidup Perempuan, Sri Wahyuli Malik, ketua TP PKK Kota Makassar meninjau secara langsung 100 keluarga rumah binaan yang menjadi perwakilan kota Makassar dalam lomba P2K3 (Peningkatan Peran Keluarga Menuju Ketahanan dan Kesejahteraan. “TP PKK Kota Makassar akan terus berupaya untuk memberikan binaan, bersama dengan berbagai SKPD terkait, dikarenakan perempuan memiliki peran sentris dalam keluarga,” ujarnya, Selasa (26/11/2019). “Insya Allah, kota Makassar saat ini siap menerima evaluasi dari tim penilai provinsi Sulsel,” imbuhnya. Hal senada diungkapkan Kepala Bidang Kualitas Hidup Perempuan, Sri Wahyuni Malik, yang menambahkan bahwa melalui binaan yang dilakukan diharapkan mampu menjadikan keluarga belum tahan, menjadi keluarga cukup tahan, hingga akhirnya menuju keluarga sejahtera. “Berbagai SKPD turut andil, untuk membantu masyarakat menjadi lebih mandiri, dan mampu memiliki usaha mandiri, serta kelengkapan kewarganegaraan, seperti KTP, KK, akte nikah, dan akte lahir,” ujarnya. Beberapa SKPD yang turut andil dalam pembinaan yakni dari Dinas Perdagangan, Dinas Perikanan dan Pertanian, Dinas Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk, Dinas Komunikasi dan Informatika dan KB, Kesra, Bagian Pemberdayaan Masyarakat, dan tentu saja Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Sumber: Hidayat